Tema : Perjalanan Cinta
Tubuhku
terduduk di atas kasur dengan kaki bersila. Memangku laptop yang kini sudah
terhubung dengan jaringan internet. Mataku terus menatap layar laptopku yang
menunjukkan deretan email yang ada di kotak masuk emailku.
Senyumku
terbit setelah mendapati sebuah email dari alamat email yang aku kenal. Sudah
hampir satu tahun, email tersebut yang selalu memenuhi kotak masuk pada
emailku. Memang hanya ini yang bisa kami
lakukan.
Kepada
: Alin Asahab <alinasahab@hotmail.com>
Subjek
: I miss you, Alin #282
Dear
Alin,
Bagaimana
keadaanmu? Aku harap kamu akan selamanya baik-baik saja. Karena aku akan sangat
cemas jika melihatmu sakit ataupun terbaring lemah di atas ranjang kasur.
Alin,
minggu depan kamu ulang tahun kan? Maafkan aku yang tidak dapat menghadiri
acara ulang tahun kamu yang ke-20. Kuliahku saat ini banyak sekali tugas, sehingga
aku tidak dapat seenaknya mengambil hari libur. Bisa-bisa, aku tak dapat
liburan akhir semester besok.
Tapi,
aku sudah mempunyai hadiah untukmu. Tinggal kamu menunggu harinya saja ya? Dan
aku harap kamu menyukainya.
Love,
Alvan
Senyum
tipis tercetak di bibirku. Aku tahu, dia tidak akan datang di hari jadiku tahun
ini. Keputusannya mengambil kuliah di luar negeri memang mendadak. Dan pastinya,
akan menciptakan jarak di antara kami.
Dan
ini lah jarak kami sekarang. Sebuah surat elektronik yang menghubungkan kami
berdua. Sebuah isi hati dan curhatan kami berdua. Mengisi hari-hari kosong kami
masing-masing, menggantikan kebersamaan kami yang dulu kami lakukan.
Lalu,
aku mengetikkan balasan untuknya. Dan akan selalu seperti ini. Kami akan saling
balas-membalas untuk mengisi kekosongan hari-hari setelah satu tahun yang lalu.
Kepada
: Alvan Pratama <alvanprtm@hotmail.com>
Subjek
: I love you, Alvan #214
Dear
Alvan,
Aku
baik-baik saja. Hanya, sama sepertimu. Tugas kuliah menumpuk dan membuat
tubuhku lelah.
Tidak
apa-apa jika kamu tidak hadir. Aku juga tidak akan memaksamu untuk pulang ke
Indonesia. Aku harap, di akhir semester kamu dapat membayar kerinduanku selama
ini! Aku akan menunggu hadiah darimu, dan aku tidak sabar menunggu.
Alvan,
ada yang ingin aku katakan padamu.
Aku,
mencintaimu, merindukanmu, dan sangat-sangat ingin bertemu denganmu. Jagalah
cinta kita. Jangan sampai kita nodai hanya dengan fikiran hal buruk yang
mungkin saja akan terjadi. Tetapi, aku janji, aku tidak akan pernah
meninggalkanmu.
Yours,
Alin
Setelah
mengirimkan balasan, kemudian aku memutuskan untuk menutup laptopku.
Meletakkannya di atas meja belajarku lagi. Malam sudah larut, dan saatnya aku
untuk tidur. Kembali ke alam mimpi yang akan mempertemukanku dengan kenangan. Kenangan bersama Alvan.
**
“Alin!
Bagaimana kabar Alvan?” suara Cikka mengalihkan pandanganku dari buku tebal
yang tengah aku baca.
“Yang
kamu tanyakan itu, untuk apa?” tanyaku yang tampak curiga dengan gadis di
depanku. Mengingat Cikka pernah menyukai Alvan dan aku tidak ingin hal itu
mengganggu hubunganku dengan Alvan.
Cikka
berdecak sebal, lalu dia duduk di sebelahku dengan menopang dagunya. “Jangan
cemburu dong! Aku kan hanya tanya, Alin. Tidak ada maksud yang lain.”
Menutup
buku tebal yang tengah aku baca tadi, lalu memasukkannya di dalam tas ranselku.
“Kalau tidak ada maksud yang lain, tidak perlu aku jawab kan? Sudah, aku pergi
dulu.”
Aku
tidak tahu kenapa aku sedikit lebih sensitif jika seseorang apalagi perempuan
menanyakan tentang Alvan. Walaupun aku tahu mereka tidak akan merebut Alvan
dariku. Tetapi, rasa sensitif itu tetap saja ada. Mungkin karena aku sudah lama
tidak bertemu Alvan, sehingga hal itu menjadi pelampiasanku.
Alvan
adalah laki-laki yang menurutku pantas disebut laki-laki. Dia tidak pernah
memperdebatkan masalah kecil yang akan berujung besar. Dia bersikap dewasa dan
selalu menjadi motivasiku dalam hidup.
Dia
telah mengajariku banyak hal. Tentang bagaimana mengikhlaskan yang bukan milik
kita, bagaiaman menabahkan hati yang tengah resah, dan sebagainya. Termasuk
tentang bagaimana menjadi diri kita sendiri. Dia laki-laki yang hebat setelah
Ayahku.
Di
bawah pohon yang rimbun di halaman belakang kampus, aku kembali membuka
laptopku. Menyambungkannya ke jaringan internet dan setelah itu segera meluncur
ke email yang pasti Alvan sudah membalasnya.
Benar
saja, Alvan sudah membalas pesanku yang aku kirimkan tadi malam. Segera aku
membuka pesan tersebut dan mulai membacanya dalam diam. Dengan sebotol minuman
menemaniku saat ini.
Kepada
: Alin Asahab <alinasahab@hotmail.com>
Subjek
: I miss you, Alin #283
Dear
Alin,
Semangat
Alin, belajar yang benar ya!
Alin,
tolong percayalah padaku. Aku tidak akan membuatmu kecewa dengan keputusanku.
Keputusanku untuk sekolah jauh darimu itu hanya untuk sekolah. Tidak mencari
kekasih baru yang apalah itu menurutmu.
Jadi,
tetaplah pada hubungan kita ya? Berfikirlah yang positif. Jangan pernah dengarkan
kata-kata orang lain yang mengatakan kejelekan tentang diriku. Kamu lebih tahu
diriku, Alin. Mereka hanya ingin membuatmu cemas dengan kenyataan yang salah.
I
love you so much,
Alvan
“Alvan,
aku merindukanmu.”
**
Semenjak
email terakhir dari Alvan dua hari yang lalu, sampai saat ini dia tidak lagi
membalas emailku. Membuatku khawatir saja dengannya. Tak pernah sekalipun dia
absen dengan email. Selalu setiap hari kami bertukar pesan.
Aku
membuka laptopku, dan tetap saja tidak ada. Masih email yang kemarin aku baca
di halaman belakang kampus. Dan sudah lima email aku kirim ke dia. Untuk
menanyakan kenapa dia tidak membalas emailku.
“Alvan,
tolong jangan membuatku cemas.”
Aku
menutup laptopku dengan perasaan kecewa. Hari ini, hari yang seharusnya aku
bahagia malah tidak bahagia. Aku bahkan terus memikirkan keadaan Alvan yang
tiba-tiba menghilang. Aku terus berpikiran bahwa Alvan sibuk dengan kuliahnya.
Tetapi, pikiran itu justru membuatku semakin cemas. Seolah, ada hal lain yang
Alvan sembunyikan.
Ketukan
pada pintu kamarku membuyarkan lamunanku. Segera aku turun dari tempat tidur
dan berjalan gontai menuju pintu kamarku. Sempat merasa risih dengan kedatangan
seseorang yang ada di depan pintu. Menggangguku yang tengah resah.
Setelah
pintu terbuka, menampakkan seseorang di sana. Sontak aku membulatkan mataku,
menatap tidak percaya dengan apa yang ada di depanku saat ini.
“Hai
Alin! Happy Birthday sayang. Maaf untuk dua hari yang menghilang. Aku sudah
mengatakan padamu kan? Bahwa aku akan memberimu hadiah yang harus kamu tunggu
bukan?”
Aku
mendesah, mengeluarkan air mata yang selama ini aku simpan. Bendunganku
terpecahkan seiring dengan kerinduanku yang menggebu-gebu. Dengan nakal, aku
memukul-mukul dada Alvan seraya terus
meneteskan air mata.
“Alvan,
kamu nakal ya!” racauku lalu memeluknya. Memeluk kenanganku yang kembali
padaku.
Alvan
terus tertawa. Dia membalas pelukanku dengan erat. Kami tahu bahwa kami
sama-sama rindu. Dan hari ini, hari yang paling bahagia dalam hidupku. Alvan
menjadi kado terindah yang pernah aku miliki.
Laki-laki
yang banyak mengajarkanku arti hidup yang sebenarnya. Arti mencintai yang
sebenarnya. Tanpa seorang Alvan, mungkin aku masih Alin yang bersikap layaknya
anak kecil.
Kesetiaannya
mengajarkanku bagaimana caranya melatih kesabaran menunggu. Sikap dewasanya
mengajarkanku bagaimana menjadi diri sendiri yang lebih baik. Dan Alvan
mengajarkanku bagaimana memilih yang baik di antara yang terbaik.
Terkadang,
hubungan jarak jauh akan tandas di tengah jalan. Hanya karena hal yang
sebenarnya tidak terjadi. Namun, hal itu tidak berlaku pada kami. Karena kami
mengetahui arti menunggu yang sebenarnya.
Kami
sudah belajar banyak tentang hal ini. Dan perjalanan kami tidak berhenti sampai
di sini. Kami akan terus mencari pelajaran-pelajaran yang lain yang mungkin
akan melatih pribadi kami masing-masing menjadi lebih baik lagi.
karya : Laelyta Ika
0 komentar :
Posting Komentar
Terimakasih komentar Anda! Kritik dan Saran sangat berarti bagi saya.