Nightmare [Cerpen]



Sara... tolong aku!

Lagi-lagi aku terbangun di tengah malam. Dengan nafas yang tidak teratur dan keringat dingin membasahi sekujur tubuh, ini semua karena mimpi buruk yang selalu menghampiri tidurku setiap malamnya. Bayangan dari mimpi-mimpi buruk itu masih terlintas di depan mataku, seolah aku tengah menonton film-film horor layaknya di televisi. Terlihat dengan jelas bagaimana runtut kejadian di sana. Sehingga membuat bulu kudukku merinding.

“Selalu tengah malam. Kenapa selalu terbangun di waktu ini, sih?” ucapku seraya berjalan keluar dari kamar. Menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum.

Semenjak keluargaku memilih pindah ke rumah ini, sejak itulah aku mulai bermimpi buruk. Perasaanku terhadap rumah ini memang sudah buruk saat pertama kali melihatnya. Aku tak dapat menolak Ayah karena dia juga lelah bekerja demi mendapatkan rumah kayu ini. Yang aku tahu rumah sebesar ini tetapi harganya sangat murah. Sehingga Ayah mampu membelinya.

Aku berjalan menuju ruang keluarga untuk menonton televisi. Tidak peduli saat ini jam berapa. Karena, kalau sudah bermimpi seperti itu, aku tidak akan pernah bisa tertidur lagi.

“Steffen? Kamu di sini?” ucapku seraya mendekati Steffen yang terduduk di sofa keluarga.

Steffen tetap bergeming, seraya menatap televisi yang menyiarkan acara malam . Tidak. Aku rasa, tatapannya kosong. Sepertinya, dia belum sepenuhnya bangun dari tidurnya. Hal ini membuatku tertawa geli, kemudian aku menggoyangkan tubuhnya agar dia cepat tersadar.

“Steff, wake up!” ucapku seraya tertawa geli. Dia masih tetap terdiam tidak membalas perlakuanku. Biasanya, dia akan membalas perlakuanku dengan lebih kejam. Ah, kakak yang jahat.

“Sara? Kamu ngapain ketawa sendiri?”

Sontak suara tersebut menghentikan gerakanku. Suara tadi itu milik Steffen yang berasal dari belakang tubuhku. Aku menoleh ke arah belakang dengan perlahan, dan betapa terkejutnya aku mendapati tubuh Steffen tengah berdiri di belakangku seraya menguap. Lalu, dengan cepat aku kembali melihat Steffen yang tadi berada di sampingku. Dan ternyata... kosong. Tidak ada siapa-siapa di sebelahku.

“Steff? Kamu, ngapain di situ? Bukannya...," tanyaku terbata-bata karena ketakutanku.

“Aku baru saja terbangun. Lalu dengar kamu ketawa-ketawa sendiri, jadi aku ke sini. Ngapain, sih?”

Seketika itu juga, aku tersadar. Kenapa Steffen yang tadi tidak membalas perlakuanku, tatapannya kosong, dan dia selalu diam. Steffen yang tadi adalah, gadis berambut panjang yang selalu menghantui tidurku. Dia telah menjelma menjadi sosok Steffen malam ini. Kini, perasaanku mulai kacau akibat kejadian ini.

**

Tiba-tiba saja aku sudah berdiri di atas rerumputan hijau. Aku mengamati sekeliling, terlihat rumah kayu dengan cat yang masih baru. Rumah itu, sepertinya tidak asing bagiku. Aku melangkahkan kakiku menuju rumah kayu tersebut.

Sampai di teras rumah ini, aku mendengar suara jeritan perempuan. Sontak, aku segera berlari masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan suara tersebut. Dan aku tersadar, rumah ini adalah rumahku. Walaupun terlihat berbeda karena rumah ini sepertinya masih baru dan terlihat apik.

Lagi-lagi jeritan tersebut terdengar, dan perasaanku menunjukkan suara tersebut berasal dari kamarku, maksudnya kamar yang sekarang aku tempati. Aku segera berlari menaiki tangga lalu membuka pintu kamarku.

Mataku membulat setelah melihat pemandangan di depanku. Segerombolan laki-laki berbaju hitam tengah membunuh gadis yang sepertinya seumuran denganku. Mereka menancapkan pisau dengan mudahnya ke tubuh gadis itu yang sudah tidak berdaya.

Apa-apaan ini! Ini, ini mimpi buruk!

Lalu, aku melihat salah satu lelaki tersebut mencongkel paku yang menancap pada lantai kayu ini. Mereka sepertinya membongkar lantai kayu ini beberapa papan. Lalu, setelah itu dia menaruh mayat gadis itu di bawah lantai. Mataku membulat melihat ini, betapa teganya perlakuan mereka. Setelah itu, dia menutup kembali lantai tersebut dengan rapi. Seolah, itu adalah kuburan gadis tersebut.

Kita mendapatkan hartanya! Ayo, kita rampas semua barang-barang di rumah ini, sebelum orang tuanya datang!” ucap laki-laki tersebut.

Aku segera berlari keluar dari rumah ini. Berharap di duniaku aku cepat terbangun. Tidak ingin melihat lebih jauh lagi. Cukup, aku mengerti kenapa gadis itu selalu meminta pertolonganku di dalam mimpiku.

Tiba-tiba aku tersentak dan aku merasakan tubuhku terbawa oleh sebuah portal. Portal ini menyedotku hingga rasanya tubuhku seperti terpelintir. Sekejap, aku sudah berada di kamarku dengan nafas yang memburu. Dan aku hanya bermimpi di tengah malam, seperti biasanya. Aku menatap ke sekeliling kamarku ketika kesadaranku mulai membaik. Mengingat mimpiku tadi, bulu kuduk di sekujur tubuhku bergidik. Lalu, saat aku benar-benar telah sadar, aku berteriak kencang. Dan karena teriakanku, Steffen kini sudah membuka pintu kamarku dengan cepat.

“Ada apa?”

“Ada... mayat... di bawah... sini, Steff!”

Steffan tertawa, dia tidak begitu percaya. "Kamu ngigau ya?"

Dengan cepat aku menggelengkan kepala, "tidak, ini sungguhan. Satu bulan ini, tepatnya kita menghuni rumah ini, aku selalu dihantui oleh mimpi buruk dan bayangan-bayangan hitam. Juga suara gadis yang selalu meminta tolong. Kamu ingat? Tadi malam aku tertawa sendiri? Itu karena aku melihat kamu ada di sampingku Steff, tetapi kelakuanmu aneh jadi aku tertawa. Tapi, ternyata kamu ada di belakangku."

"Jadi, benar di sini ada mayat?"

"Di mimpiku seperti itu, Steff. Kalau kamu tidak percaya, ambil alat yang dapat membuka lantai ini."

"Aku percaya, aku telepon polisi dulu."

Akhirnya polisi datang untuk menyelesaikan kasus ini. Tidak mungkin aku dan Steffen yang membongkar lantai pada kamarku. Terlalu menyeramkan. Ternyata mayat tersebut sudah membusuk dengan beberapa tusukan di sekujur tubuhnya. Hal itu membuatku merinding.

Mataku tertuju pada gadis yang berdiri di sudut kamarku. Dia tersenyum, ternyata dia cantik juga. Lalu, aku seperti mendengar kata-katanya yang menggema di seluruh sudut kamarku.

“Terimakasih, Sara.”


Dan aku hanya membalas senyuman untuknya dan setelah itu sosok gadis berambut panjang sudah tidak nampak lagi. Selanjutnya, aku tidak lagi bermimpi buruk.

karya : Laelyta Ika

0 komentar :

Posting Komentar

Terimakasih komentar Anda! Kritik dan Saran sangat berarti bagi saya.