Goodbye, My Past [Non Fiksi]


Tema : Selamat Tinggal Masa Lalu
Aku tidak pernah menginginkan hal ini terjadi dalam kehidupanku. Bahkan, sebelumnya tidak pernah terpikirkan akan menjadi sekacau ini jalan hidupku. Kacau dalam arti rusak. Rusak dalam arti tak dapat diperbaiki kembali.

Jika sudah rusak, aku harus bagaimana lagi?

Empat tahun aku hidup dengan keterpurukan. Penyesalan menghampiri diriku setiap harinya. Kekecewaan selalu aku alami pada diriku sendiri. Tak pernah aku sedih selarut ini hanya untuk memikirkan masa laluku yang kelam.

Pikiranku terus terganggu tentang bagaimana mengembalikan kehidupanku menjadi kehidupanku yang jauh sebelum hal ini terjadi. Di mana semua yang ada pada diriku tidak pernah tersentuh. Di mana aku masih dapat tersenyum dan membayangkan keindahan masa depanku. Di mana hal ini tidak ada dalam pikiranku.

Aku ingin, ingin mengulang waktu. Tapi, apa hakku untuk mengubah takdir dan mengulang waktu yang jelas-jelas tak dapat dikembalikan.

Selama ini, aku hidup dengan topeng kebahagiaan. Topeng yang menandakan diriku baik-baik saja. Topeng yang selalu menyembunyikan air mataku. Topeng yang mengatakan kebohongan belaka kepada semua orang.

Dan aku tahu, topeng ini tidak berlaku bagi orang yang aku anggap sahabat. Dia tidak melihatku dari topeng yang selalu aku kenakan, namun melihatku dari hati yang paling dalam. Dia, satu-satunya orang yang mengetahui masa laluku. Masa lalu yang benar-benar pahit. Hanya dia. Bahkan, mungkin aku tidak akan mempunyai keberanian untuk mengatakan ini pada kedua orang tuaku.

“Masa lalu memang tak akan pernah bisa dilupakan. Tetapi, mencoba untuk bangkit dari masa lalu apa sulitnya?” ucap sahabatku seraya menepuk bahuku.

Aku menunduk, menatap ujung sepatuku yang usang. “Aku takut, takut jika aku bangkit, semuanya tetap sama.”

“Kalau kau tetap di sini saja. Kapan masa lalu itu akan pergi? Memang kau tidak bisa merubah takdirmu kini, tapi kini yang bisa kau lakukan hanya bangkit dari masa lalu. Tinggalkan masa lalu itu dan hadapi masa depan yang masih banyak kebahagiaan di sana. Tenanglah, aku akan selalu di sisimu. Kita akan hadapi masalah ini sama-sama.”

Aku menggeleng. “Ini masalahku.”

“Tapi aku sahabatmu, ingat itu.”

“Apa jika aku percaya, aku akan menemukan kebahagiaanku nanti? Walaupun aku tak lagi suci?”

Sahabatku tersenyum, dia menepuk bahuku. “Ada pepatah berkata, ‘ambillah pelajaran dari kesalahan masa lalumu, dan lupakan rasa sakitnya’. Kau harus percaya pepatah itu. Dan ayo, bangkit dari keterpurukanmu selama ini.”

Lalu, pelajaran apa yang aku ambil dari masa laluku? Pelajaran bahwa aku harus hati-hati? Bahwa aku harus lebih menjaga diriku yang sudah terlanjur rusak ini?

Lagi-lagi aku tertampar pada kenyataanku. Kenyataan yang mengatakan bahwa aku lalai dalam menjaga ‘kesucian’ ini. Air mata kelelahan menetes dari pelupuk mataku, lelah dalam menghadapi kerumitan ini.

“Aku yakin, masa depanmu akan lebih baik dari masa lalumu. Jika kau benar-benar yakin dengan masa depanmu.”

Aku mengangguk, mengusap air mataku yang terlanjur lolos. Benar. Jika aku percaya, pasti aku akan bahagia. Tenanglah. Masih ada sahabatku, dan tentunya orang tuaku yang buta dengan masa laluku. Aku yakin, mereka masih mau membantuku untuk lebih baik lagi.

“Aku ingin menjaga auratku. Aku ingin lebih tertutup. Dan aku akan lebih menjaga diriku saat ini. Bantulah aku, bantu aku untuk bangkit dari masa lalu. Jangan pernah lelah untuk memberiku saran dan semangat hidup. Karena kamu sahabatku. Orang yang mengerti masa laluku.”

“Aku berjanji. Kita akan hadapi ini sama-sama. Karena, kita adalah sahabat.”

Semenjak hal itu, tidak ada lagi tangisan penyesalan, tidak ada lagi pikiran negatif yang akan mempengaruhi masa depanku, tidak ada lagi orang yang dapat menjamah tubuhku. Karena, aku yakin dan aku pasti bisa.

Dear past, thank you for all the lessons. Dear future, I’m now ready. Ready to be better.

Bassed on my friend’s story.


karya : Laelyta Ika 

0 komentar :

Posting Komentar

Terimakasih komentar Anda! Kritik dan Saran sangat berarti bagi saya.