Hatimu Adalah Tempatku Berteduh [Cerpen]



Tema : Home

Walaupun ada banyak tempat untukku berteduh, aku tidak akan mengunjunginya, karena aku sudah memilikimu sebagai tempatku berteduh dengan nyaman.

“Apa yang sedang ia lakukan!” gertakku akibat emosi. Aku terus menggeram kesal disaat nomor yang aku hubungi tidak kunjung dia angkat. Hanya ada suara dari operator yang membalas setiap aku menghubungi nomornya.

Sempat aku berpikiran negatif kepada suamiku sendiri akibat dia tidak menghubungiku dua hari ini. Terakhir kali yang aku tahu, dia ada rapat penting di kantor cabangnya.

Andai saja dia tidak di pindahkan tugas ke kantor cabangnya, pasti aku tidak akan sekhawatir ini. Apalagi, yang aku dengar dari sekretarisnya, asisten pribadi suamiku adalah perempuan yang sangat cantik. Mungkin melebihi diriku.

Tidak apa-apa jika suamiku tidak terpikat pada perempuan itu, tetapi, perempuan manapun tidak akan mengabaikan wajah tampan milik suamiku. Tidak akan. Pasti, dan aku yakin perempuan itu mencuri-curi kesempatan agar dapat berduaan dengan suamiku.

“Ahh! Hentikan semua pikiran buruk ini!” teriakku frustasi. Sebenarnya, aku tidak boleh seperti ini, ini akan membahayakan kandunganku yang masih muda. Ini akan berakibat fatal jika aku terlalu frustasi.

Perlahan aku menepis bayangan-bayangan negatif tentang suamiku. Aku yakin, dia masih tetap setia dan selalu menepati janjinya pada ijab qabulnya tiga bulan yang lalu. Aku yakin, dia mampu menjaga mata, hati dan fikirannya saat tidak bersamaku.

“Nak, doakan Ayahmu agar dia baik-baik saja ya,” ucapku seraya mengusap perutku yang mulai membuncit.

Aku berjalan menuju kamar, berniat untuk beristirahat dan menyegarkan pikiranku kembali. Dan aku harap, setelah aku terbangun nanti, dia sudah memberikanku kabar yang jelas.

**

Maafkan aku karena terlambat menghubungimu.”

Aku memejamkan mataku, amarah yang ingin kuluapkan seketika hilang sudah saat mendengar suara lembutnya. Aku terlalu mencintainya hingga pada akhirnya aku tidak dapat memarahinya.

“Aku merindukanmu, kemana saja kamu dua hari ini?” ucapku seraya menggenggam erat ponsel yang ada di tanganku. Tidak ingin aku melewati sedetik pun waktu saat telepon ini terhubung.

Aku benar-benar sibuk. Maafkan aku.”

Tidak terasa air mataku menetes juga, aku sangat merindukannya. Satu bulan penuh dia tidak pulang. Dia sibuk bekerja di kantor cabangnya. Sejujurnya, aku sangat khawatir dan ingin ikut dia kesana. Tetapi, apa daya, aku terlalu menuruti kata-katanya.

Hei, kau menangis? Aku mendengar suara isakmu. Janganlah menangis sayang, aku tetap setia padamu.”

Ku gunakan punggung tanganku untuk menghapus air mataku. “Tidak, aku hanya merindukanmu hingga air mataku menetes.”

Sssht, tenang lah. Aku selalu padamu. Nanti malam aku usahakan pulang. Aku juga merindukanmu.”

Senyum kecil terukir pada wajahku. “Benarkah? Aku akan menyiapkan sarapan yang enak untukmu nanti. Cepatlah pulang, aku tidak sabar ingin memelukmu.”

Terdengar suara tawa kecil dari suamiku. “Kau masih saja manja ya. Baiklah, aku akan segera pulang. Sudah dulu ya, aku akan membereskan barang-barangku dan membereskan pekerjaanku sebelum kutinggali. Sampai nanti.”

Sambungan telepon terputus, aku meletakkan kembali ponselku di atas nakas. Lalu, kulirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 sore. Segera aku menuju kamar mandi karena aku belum sempat mandi saat bangun tidur sudah ada panggilan dari suamiku.

**

Aku terduduk lemas di kursi teras rumah, sudah menjelang pagi hingga siang tetapi Anggra tidak kunjung datang. Membuatku cemas karena takut dia kenapa-kenapa. Makanan yang aku siapkan pun juga sudah dingin dan tidak enak untuk dimakan.

“Anggra, dimana kamu?”

Aku membolak-balikkan ponselku. Tidak ada kabar darinya setelah telepon sore hari itu. Aku terdiam, tatapan mataku tak lepas dari gerbang depan rumahku. Berharap gerbang itu terbuka dan memperlihatkan mobil Anggra.

Saat aku hampir putus asa menunggu, akhirnya suara klakson mobil Anggra terdengar di indra pendengarku. Sontak aku tersenyum senang saat mobil itu sudah terparkir di depan rumah.

“Anggra!” teriakku senang hingga meneteskan air mata.

Laki-laki itu keluar dari mobilnya dan segera mendekatiku. Aku mendekap tubuhnya saat dia menarikku ke dalam pelukannya. Wangi parfumnya langsung tercium oleh hidungku, dan salah satu yang kurindukan adalah ini.

“Anggi, maaf aku pulang terlambat. Karena, pesawat yang aku tumpangi terlambat terbang. Jadi aku harus menunggu satu jam lagi agar dapat pulang.”

Aku mengangguk dalam tangisku, membiarkan jas Anggra basah oleh air mataku. “Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu. Aku takut kamu tidak akan pulang, aku takut bahwa kamu akan memilih rumah yang lain daripada rumah kita. Mungkin karena kamu terlalu lama di sana hingga akhirnya kamu nyaman disana dan enggan kembali.”

“Tidak Anggi. Tidak ada tempatku berpulang selain rumah ini. Tidak ada yang lain yang membuatku nyaman di sini, karena hatimu. Hatimu lah salah satu alasanku kenapa aku tidak nyaman saat jauh dari rumah ini. Karena, hatimu adalah tempatku berteduh dengan nyaman. Hati ini yang selalu membawaku pulang.”

Aku tersenyum bahagia mendengar penjelasan darinya. Dia terlalu romantis dan kerap kali membuat pipiku merona merah. Aku mendongak masih dalam dekapannya. “Makanan sudah dingin, apakah kamu ingin makanan yang lain?”

“Panaskan saja. Aku tidak mau membuang hasil jerih payahmu. Ayo kita makan. Aku merindukan masakanmu, Anggi.”

karya : Laelyta Ika

0 komentar :

Posting Komentar

Terimakasih komentar Anda! Kritik dan Saran sangat berarti bagi saya.