Just You [Cerpen]


Tema : Fisrt Love

Sesekali aku melirik jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kiriku. Senyum selalu terbit pada wajahku saat detik berganti menit. Jantungku berdegup lebih kencang dari normalnya. Membuat jari jemariku saling bertaut, gugup.

Akhirnya dia datang. Laki-laki bertubuh atletis yang sudah membuatku harus menunggu lama. Sebenarnya dia datang tepat waktu, tetapi diriku lah yang memilih siap lebih awal dari jam yang di janjikannya. Karena aku mempunyai banyak waktu untuknya. Hanya untuk dia.

“Hai. Sudah lama menunggu, ya?” ucapnya setelah keluar dari mobilnya. Dia mendekatiku yang masih duduk di kursi teras depan rumah.

“Ah tidak, aku baru saja keluar rumah,” elakku seraya tersenyum. Aku tidak akan mengakui kebenaran yang terjadi. Bisa-bisa aku memalukan diriku sendiri.

Hyegar, laki-laki yang menjadi kekasihku memperlihatkan senyum miliknya. Dia mengulurkan tangannya saat dia sampai di hadapanku. “Ayo, kita pergi.”

Aku menerima uluran tangannya, kemudian berjalan bersama menuju mobilnya yang terparkir di halaman rumahku. Setelah kami berdua duduk dengan nyaman di dalam mobil, barulah Hyegar menginjak pedal gas dengan kecepatan normal.

“Kita mau ke mana?” tanyaku pada Hyegar yang terlihat sangat fokus pada jalanan.

Dia tersenyum, mengerlingkan matanya padaku dan detik kemudian dia kembali menatap jalanan. “Kita akan ke tempat yang tidak akan pernah kita lupakan, Sasyel.”

Wajahku memerah saat mendengar kata-katanya yang terlihat manis bagiku. Dia mampu membuatku diam seketika hanya dengan nada lembutnya. Dan kini, tawanya sudah terdengar renyah di telingaku. Dia sudah menduga bahwa aku akan diam hanya karena hal ini.

Keheningan terjadi hingga kami sampai pada tempat yang dimaksud oleh Hyegar. Aku membuka pintu mobil, kemudian berjalan keluar menghirup udara segar di sini. Ternyata, Hyegar membawaku ke puncak. Tempat yang sangat ingin aku kunjungi bersamanya. Dan ternyata, dia telah mengabulkan permintaanku pada hari ini.

“Hyegar! Kamu jahat ya! Membuatku penasaran dengan kelakuanmu.”

Dia tertawa renyah, kemudian mengacak-acak rambutku. Dia suka membuatku terpana dengan apa yang dia lakukan. Dia memang laki-laki yang romantis. “Ayo ikut aku,” ajaknya seraya menarik lembut tanganku. Bisa aku rasakan genggaman tangannya yang hangat menyentuh kulitku. Aku tahu dia sangat lelah, tetapi yang dia lakukan hanya ingin membuatku bahagia. Tanpa pernah memikirkan kesehatan tubuhnya. Aku merasa kasihan padanya. Tetapi dia tidak mau aku mengasihaninya.

Langkahku terhenti saat pandanganku menangkap cahaya warna-warni dari lampu-lampu kecil yang tersusun rapi melingkari sebuah dua kursi di antara satu meja bundar. Di atas meja bundar itu tersaji dua piring yang berisi makanan dan dua minuman pada gelas berkaki. Senja membuat pemandangan di depanku ini menjadi lebih indah.

Tidak terasa air mataku mengalir membasahi pipiku, ini benar-benar kejutan yang tidak bisa aku bayangkan. Aku menatap haru pada Hyegar yang kini menampakkan senyumnya. Kini aku memeluk tubuh atletisnya, tubuh yang selalu melindungiku tiga tahun ini. “Hyegar….”

Hyegar membalas pelukanku, mengusap punggungku yang bergetar. “Happy anniversary yang ketiga, Sasyel.”
“Makasih sudah mau menjadi cinta pertamaku, perempuan pertamaku, dan makasih telah menjadi laki-laki pertamamu. Aku bahagia dan tentunya senang melakukan hal-hal baru pada tiga tahun ini bersamamu.”

Aku tidak mampu berkata apa-apa lagi. Semua sudah aku lampiaskan dengan air mata kebahagiaan. Semua yang dilakukan oleh Hyegar memang selalu membuatku menangis terharu. Dia laki-laki yang tidak akan pernah aku temui lagi di dunia ini.

“Hyegar, jadi kamu tidak lupa?” tanyaku saat mengingat satu bulan terakhir ini dia seperti menghindariku. Membuat hari-hariku tanpa ada kehadirannya.

“Maaf soal itu. Aku ingin kamu mencoba hari tanpa diriku. Aku selalu ingat hari di mana aku menyatakan cinta, hari di mana kamu menerima cintaku. Semua tidak akan terlupakan jika berhubungan denganmu, Sasyel.”

Aku terdiam. Mencoba mencerna kata-kata Hyegar yang menurutku janggal. “Kamu mau ke mana? Mau kuliah yang jauh, ya?”

“Suatu saat aku pasti akan pergi, entah itu ke mana. Maka dari itu, aku melatihmu agar terbiasa tanpa diriku.” Hyegar menghapus sisa air mataku yang masih berada di pipi.

Aku mengangguk, aku memahaminya. Kami tidak akan pernah selalu bersama layaknya selama SMA ini. Kami sudah besar dan pasti akan memilih jalan untuk menggapai cita-cita yang diinginkan. “Tetapi, janji ya sama aku. Kita jangan sampai pisah hubungan walaupun jarak sudah memisahkan kita.”

Hyegar mengangguk, dia menarikku pelan menuju kursi yang sudah tersedia. “Aku janji, aku akan selalu mencintaimu.”

Setelah itu, kami menikmati hidangan yang sudah dibuat oleh Hyegar. Dia juga pandai memasak, dan aku selalu menyukai masakan buatannya. Makan malam di puncak dengan alas rerumputan hijau dan gemerlap lampu yang menyinari sekitar kami, membuat suasana menjadi sangat romantis. Aku tidak tahu kenapa Hyegar bisa berlaku seromantis ini. Padahal yang ku kenal tiga tahun yang lalu, Hyegar adalah type laki-laki yang plegmatis atau cuek terhadap perasaan seseorang. Dia juga sedikit dingin dengan orang-orang yang berada di sekitarnya.

Tetapi lambat laun, saat aku mencoba mengenalnya, dia mulai mencairkan kutub es yang menghinggap di dalam hatinya. Senyum yang tadinya bisa dihitung dengan jari, kini sepuluh jari yang aku punya pun tidak akan pernah cukup menghitung senyum milik Hyegar dalam waktu satu harinya saja.

Percayalah, bahwa aku adalah perempuan yang beruntung karena memiliki Hyegar sebagai laki-laki pertama yang mengisi kehidupan asmaraku. Kami sama-sama orang pertama yang mengisi kehidupan asmara kami masing-masing. Itulah mengapa kami merasa bahwa cinta pertama kami adalah cinta yang masih suci.

“Sasyel, maaf ya kalau aku memiliki salah padamu akhir-akhir ini. Aku hanya ingin melakukan ini untukmu.”

Aku mengangguk, lalu menatap manik mata Hyegar. “Aku tidak pernah marah padamu. Terimakasih sudah mau menemaniku selama tiga tahun ini, mengisi hari-hariku menjadi berwarna. Jangan berhenti disini, teruslah hingga nanti kita bisa bersama selamanya.”

“Aku akan mengenang hari ini, dan hari-hari yang lain selama bersamamu,” ucap Hyegar yang kini membuatku tersenyum senang.

Pada jam sepuluh kami sampai di rumahku. Hyegar tidak mau menginap di rumahku karena dia tidak mau merepotkan kedua orang tuaku. Hingga dia akhrinya berpamitan pulang pada kedua orang tuaku. Lalu jawaban kedua orang tuaku adalah hati-hati agar selamat dalam tujuan. Dan aku pun sama, memeluknya sebelum aku merindukan dia kembali.

Kemudian Hyegar melangkah pergi menuju mobilnya. Hingga mobil Hyegar sudah tidak ada lagi dalam pandanganku, aku masih tetap berdiri di teras rumah. Berdoa agar Hyegar selamat sampai rumahnya. Karena perasaanku sejak bertemu Hyegar tadi siang hingga sekarang merasa ada yang janggal.
***
Tidak semudah ini aku melupakan dia, apalagi melupakan kenangan kami yang begitu banyaknya. Tidak bisa juga aku terus bersedih, karena menangisi kepergiannya. Semua terjadi begitu cepat, dan aku tidak tahu harus berbuat apa untuk menyikapinya. Dunia ini begitu luas tanpanya. Aku tidak akan pernah sanggup menjelajah dunia luas ini sendirian. Sangat jelas aku masih membutuhkannya, untuk menuntunku menjelajahi dunia yang fana ini. Dia tahu itu, tapi dia memilih untuk meninggalkanku.

Tetapi, takdir memang memaksa. Aku hanya dapat menerimanya tanpa mampu melawannya. Hingga saat ini pun, aku masih belum percaya apa yang aku lihat di depan mataku. Bahwa Hyegar, tertidur untuk selamanya, meninggalkanku dan orang-orang yang menyayanginya. Baru saja kemarin kami menghabiskan waktu bersama, merayakan hari jadi hubungan kami yang ketiga ini. Tetapi, yang aku lihat saat ini adalah Hyegar benar-benar meninggalkanku akibat kecelakaan tunggal yang terjadi saat dia dalam perjalanan pulang ke rumahnya dari rumahku. Dia sudah merasakan ini jauh-jauh hari. Maka dari itu dia melatihku untuk terbiasa tanpa dirinya. Dan membiarkanku menjalani hidupku sendiri tanpa dirinya. Tanpa Hyegar, cinta pertamaku.

Satu bulan terakhir ini adalah saat-saat Hyegar selalu mengatakan kata-kata yang menurutku sebagai pesan terakhir bagiku. Aku memahami setiap perkataannya, mematuhi pesan-pesan yang dia sampaikan padaku. Walaupun kini kenyataannya sulit untuk aku melakukannya.

Selesai pemakaman, aku masih setia duduk di samping tanah kuburnya. Menatap nyalang batu nisan yang bertuliskan Hyegar Kartowijaya. Walaupun merasa aneh melihat nama itu tertulis di sana, tetapi lagi-lagi aku harus menyadari kenyataan yang ada.

“Bagaimana aku bisa terbiasa denganmu? Satu bulan ini aku sedikit terbiasa karena masih mengetahui kamu ada. Tetapi, sekarang? Semuanya berbeda, Gar….”

Aku sudah berjanji pada dirinya. Bahwa hanya dialah cinta pertamaku, cinta yang tidak akan pernah bisa aku lupakan sampai kapan pun. Kalaupun ada seseorang yang menggantikan kehadirannya, itupun tidak akan merubah kenangan antara aku dan Hyegar. Karena dia adalah cinta pertamaku. Dan akan selalu seperti itu, selamanya.

Cinta pertama adalah orang yang benar-benar kita sukai untuk pertama kali, dan sulit kita lupakan meskipun dia sudah tidak lagi kita miliki ataupun tidak pernah kita miliki sebelumnya. Tetapi, itulah cinta pertama. Cinta yang tidak pernah terlupakan walaupun kita hidup bukan bersama cinta pertama kita.

“Just you, Hyegar. Still you, and I love you for long time. You always on my heart. Because, you are my first love.”


karya : Laelyta Ika

0 komentar :

Posting Komentar

Terimakasih komentar Anda! Kritik dan Saran sangat berarti bagi saya.