Tema : Musim Sakura
Pandanganku terpana melihat mekarnya bunga sakura di
luar jendela kaca kedai kopi ini. Senyum terlihat jelas pada wajahku saat ini.
Tentu saja. Karena hari-hari dingin dan tidak bersahabat telah berakhir dan
tergantikan dengan hari-hari kehangatan yang diselimuti oleh bunga sakura.
Membuat siapapun bahagia dengan kedatangan musim semi.
Termasuk diriku. Aku bahagia musim semi datang
membawa kehangatan bunga sakura. Karena aku merasa, di sini namaku lebih hidup.
Akina, bunga musim semi. Nama yang membawa banyak keberuntungan bagiku.
Sembari menikmati suasana di luar kedai, aku
menyesap secangkir Capuccino yang baru aku pesan lima menit yang lalu.
Capuccino inilah yang menemaniku sebelum seseorang datang menepati janjinya.
Tepat saat aku meletakkan cangkir di atas meja,
seseorang menghampiriku dengan senyuman yang cerah. Dia segera duduk di kursi
yang terletak di kanan meja.
“Kon'nichiwa Akina. Maaf telah membuatmu menunggu,” sapanya setelah
dia berhasil duduk.
“Ah tidak Haruo. Aku baru sepuluh menit di sini.”
Haruo, laki-laki yang terlahir pada musim semi. Dia
laki-laki yang aku suka. Hanya karena dia baik, sopan dan tidak terlalu serius
dalam perbincangan. Tapi, sepertinya dia tidak tahu bagaimana perasaanku
padanya.
Kami memang bertemu di sini hanya sekedar untuk
perbincangan sederhana. Dan sesekali menyerempet ke arah tugas sekolah yang
terkadang membebani kami. Tapi, mengingat Haruo pintar dalam bidang akademik,
aku meragukan dia kesulitan dengan tugas sekolah.
“Akina, minggu depan ada Festival Hanami. Apa kamu mau
datang bersamaku?”
Ya, aku sudah tahu tentang itu. Festival Hanami. Hanami
adalah kesempatan langka piknik beramai-ramai di bawah pohon sakura
untuk menikmati mekarnya bunga sakura. Saat melakukan hanami adalah
ketika semua pohon sakura yang ada di suatu tempat, semua bunga bermekaran.
“Baiklah. Aku akan datang bersamamu,” ucapku pada akhirnya
setelah lama aku berpikir.
Haruo terlihat senang saat aku menyetujui ajakannya. “Hari
sudah mulai gelap, sebaiknya kita pulang. Akan aku antar kamu sampai rumah,
ya?”
“Tidak perlu Haruo, aku masih mampu pulang ke rumah
sendiri.”
“Baiklah, hati-hati Akina! Sayonara Akina,” ucap Haruo seraya melenggang pergi dari kedai.
Aku mengangguk seraya tersenyum. “Sayonara Haruo!”
***
Hari ini, halaman di sekolah yang tumbuh pohon-pohon musim
semi mulai bermekaran. Termasuk pohon sakura yang sepertinya lebih banyak dari
pohon semi yang lainnya. Warna-warni bunga semi menghiasi halaman sekolahku.
Dengan langkah santai, aku menuju ke kelasku yang terletak
di samping halaman ini. Jadi, dapat sesekali mencuri pandangan ke arah luar
jika saja pelajaran mulai membosankan. Sebelum aku sampai di kursiku, terlebih
dulu aku menuju loker yang terletak di dinding belakang.
“Akina, bagaimana harimu?”
Suara Hikana sedikit mengejutkanku. Dia adalah teman
sebangkuku di kelas ini. “Hariku sangat bahagia,” ucapku seraya membuka pintu
loker milikku.
“Wah, apa itu? Sepertinya kamu mendapat surat!”
Ucapan Hikana benar. Ada amplop merah yang terselip di
antara buku-bukuku di dalam loker ini. Setahuku, aku tidak menyimpan amplop
merah ini di dalam loker.
“Dari siapa Akina? Ayo buka!”
“Hikana, tolong kecilkan suaramu ya?” gertakku karena dia
terlalu histeris. Padahal aku biasa saja menanggapi hal ini.
Perlahan aku membuka amplop tersebut, di dalam amplop
tersebut ada selembar kertas berwarna soft pink dan terdapat gambar sakura di
ujung kertas. Lalu, pandanganku membaca tulisan di dalam kertas ini.
Akina,
Kon’nichiwa Akina.
Aku akan menanyakan satu hal padamu di kertas ini. Dan mungkin, jika aku berani
aku akan menanyakan lagi di Festival Hanami besok. Baiklah, aku harap kamu
tidak menilaiku terlalu takut untuk berbicara di depanmu.
Watashi wa, Akina no anata o aishite. Aku mencintaimu Akina, sudah lama aku
mempunyai rasa ini. Aku takut untuk mengatakan padamu secara langsung. Takut
jika kamu menganggap hal itu adalah sebuah lelucon.
Apakah kamu
mencintaiku, Akina?
Haruo.
Setelah selesai membaca surat dari Haruo, aku melipat
kembali kertas tersebut dan memasukkan lagi ke dalam amplop merah. Aku yakin,
wajahku sudah memerah malu, terbukti dengan Hikana yang mulai menggodaku.
“Haruo, akhirnya dia menyatakan cintanya padamu! Lalu,
bagaimana jawaban kamu, Akina?” tanya Hikana seraya menaik turunkan alisnya.
“Sudahlah Hikana. Apa aku perlu memberitahukan kepadamu?
Aku yakin kamu sudah mengetahui jawabanku,” ucapku seraya melenggang pergi dari
kelas dan tidak lupa membawa amplop merah ini.
Masih dapat aku dengan ketawa Hikana yang begitu
membahana. Dia memang senang menggodaku. Apalagi jika sudah berkaitan dengan
Haruo. Laki-laki yang sudah lama kunantikan. Dan pada akhirnya, dia juga
mencintaiku.
Aku berjalan menuju halaman di depan kelasku. Duduk di
salah satu bangku panjang yang terletak di bawah pohon sakura. Sesekali aku
melihat amplop merah yang ada di tanganku. Berharap ini memang nyata dan tidak
dalam khayalanku saja.
Kemudian, aku simpan amplop merah ini di dalam saku
seragam putih abu-abu yang kini aku kenakan. Tidak ingin Haruo melihatku yang
tengah membawa amplop ini. Biarkan dia mendapat jawabannya di minggu depan. Aku
ingin membuat dia menunggu.
***
Minggu lalu berlalu, kini hari yang aku tunggu datang
juga. Hari di mana aku dan Haruo pergi bersama mengunjungi Festival Hanami. Dan
tentu, hari di mana aku menjawab pertanyaannya.
Aku menatap bayangan diriku di dalam cermin, melihat lagi
pakaian yang kini aku pakai untuk datang ke festival itu. Dress soft pink
selutut, dengan rajutan di lengan panjangnya. Kemudian, rambut panjangku yang
aku biarkan tergerai. Lalu, pantovel mengkilap berwarna merah muda.
Setelah semua baik-baik saja, aku segera keluar dari rumah
dan menuju tempat bertemu kami. Ternyata di sana Haruo sudah berdiri di bawah
pohon bunga seruni dengan kemeja merah yang dia kenakan.
Aku menghampirinya yang tengah menunjukkan senyum padaku.
“Haruo, kita berangkat sekarang?” tanyaku seraya membalas senyumnya. Haruo
mengangguk dan segera meraih tangaku untuk berjalan bersama.
Sesampainya di festival, aku melihat semua orang telah
menikmati festival tersebut. Semua yang ingin menikmati keindahan bunga sakura
sudah menempatkan diri di bawah naungan pohon sakura. Menikmati semilir angin
yang berhembus.
Aku tersenyum pada Haruo. Lalu menarik tangannya dengan
lembut menuju salah satu bangku panjang yang masih kosong.
“Haruo, tentang pertanyaan itu, aku akan menjawabnya.”
Ucapanku membuar Haruo terdiam. Lalu, aku meneruskan
perkataanku.
“Sudah lama aku menyukaimu, tetapi tidak ada waktu untuk
aku memberanikan diri mengungkapkan perasaanku. Haruo, aku pun mencintaimu.”
Musim semi kali ini, berbeda dengan musim semi yang lalu.
Akina dan Haruo telah bersama. Bunga musim semi bertemu dengan musim semi.
Menemukan tempat yang sesuai dengan dirinya. Bermekaran indah di saat musim
semi.
karya : Laelyta Ika
0 komentar :
Posting Komentar
Terimakasih komentar Anda! Kritik dan Saran sangat berarti bagi saya.